HUKUM-HUKUM TENTANG SHALAT SUNAH
Meski
shalat fardhu dan shalat sunah sama cara pengerjaannya, tapi ada beberapa hukum
yang dibolehkan dalam shalat sunah dan dilarang dalam shalat fardhu, yaitu:
Pertama,
dibolehkan mengerjakan shalat sunah di kendaraan, dan tidak boleh untuk shalat
fardhu. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Radiyallahu ‘Anhuma :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُسَبِّحُ
عَلَى الرَّاحِلَةِ قِبَلَ أَىِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ وَيُوتِرُ عَلَيْهَا غَيْرَ
أَنَّهُ لاَ يُصَلِّي عَلَيْهَا الْمَكْتُوبَةَ
"Bahwasanya
Rasulullah pernah melakukan shalat sunah di atas hewan tunggangannya, menghadap
ke arah mana saja hewan tunggangannya itu menghadap, dan beliau melakukan witir
di atas, tapi beliau tidak melakukan shalat wajib di atas kendaraan." (HR.
Bukhari)
Kedua,
shalat sunah boleh dikerjakan dengan duduk. Aisyah Radiyallahu ‘Anha berkata:
كانَ يُصَلِّي فِي بَيْتِي قَبْلَ الظُّهْرِ
أَرْبَعًا ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُصَلِّي بِالنَّاسِ ثُمَّ يَدْخُلُ فَيُصَلِّي
رَكْعَتَيْنِ وَكَانَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ الْمَغْرِبَ ثُمَّ يَدْخُلُ فَيُصَلِّي
رَكْعَتَيْنِ وَيُصَلِّي بِالنَّاسِ الْعِشَاءَ وَيَدْخُلُ بَيْتِي فَيُصَلِّي
رَكْعَتَيْنِ وَكَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ تِسْعَ رَكَعَاتٍ فِيهِنَّ
الْوِتْرُ وَكَانَ يُصَلِّي لَيْلاً طَوِيلاً قَائِمًا وَلَيْلاً طَوِيلاً
قَاعِدًا وَكَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ قَائِمٌ رَكَعَ وَسَجَدَ وَهُوَ قَائِمٌ
وَإِذَا قَرَأَ قَاعِدًا رَكَعَ وَسَجَدَ وَهُوَ قَاعِدٌ وَكَانَ إِذَا طَلَعَ
الْفَجْرُ صَلَّى رَكْعَتَيْ
"Beliau
shalat di rumahku empat rakaat sebelum Zhuhur, kemudian keluar dan shalat
mengimami manusia. Kemudian beliau masuk rumah dan melaksanakan dua rakaat
sunah. Sesudah beliau mengimami para sahabat shalat maghrib, beliau masuk rumah
dan shalat dua rakaat. Sesudah mengimami para sahabat untuk shalat
Isya' dan masuk rumahku,
maka beliau mengerjakan shalat dua rakaat.
Beliau
shalat malam sebanyak sembilan rakaat, termasuk witir di dalamnya. Beliau
mendirikan shalat malam sekian lamasambil berdiri, dan juga shalatmalam sekian
lama sambil duduk. Jika beliau membaca dengan berdiri, beliau ruku dan sujud
dengan berdiri.
Jika
beliau membaca sambil duduk, maka beliau ruku dan sujud sambil duduk. Jika
fajar telah terbit, maka beliau shalat (sunah) dua rakaat." (HR. Muslim)
Di
dalam hadits yang lain dijelaskan, Abdullah bin Amru Radiyallahu anhuma meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda:
صَلاَةُ الرَّجُلِ قَاعِدًا عَلَى نِصْفِ الصَّلاَةِ
"Shalatnya
seseorang yang dikerjakan dengan duduk (pahalanya) setengah dari shalat (dengan
berdiri)." (HR. Muslim)
Berdasarkan
hadits-hadits di atas, dapat kita ketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mensyariatkan hukum-hukum untuk shalat sunah, yang berbeda dengan hukum-hukum
shalat wajib. Hal ini merupakan bentuk pemberian kemudahan dan keringanan dari
Allah kepada para hamba-hamba-Nya. Di antaranya ialah boleh shalat (sunah) di
atas hewan tunggangan (kendaraan) sekalipun orang yang shalat tidak menghadap
kiblat, juga bolehnya mengerjakan shalat dengan duduk.
Pelajaran yang bisa kita petik dari pemaparan di atas adalah:
- Bolehnya shalat sunah dengan duduk di dalam kendaraan dan yang semisalnya, ke mana pun kendaraan itu menghadap..
- Boleh
mengerjakan shalat sunah sambil duduk.
- Shalatnya
orang yang duduk pahalanya setengah dari shalatnya orang yang berdiri.
***
(Dikutip dari Tj. Kitab Durusul Yaumiyah karya Dr. Rasyid Al Abdul Karim
Hafidzahullah Ta'ala Hal. 292)
Posting Komentar untuk "HUKUM-HUKUM TENTANG SHALAT SUNAH"